Palembang — Mobilisasi angkutan batubara di lokasi tambang dan jalan umum hanya rugikan Sumatera Selatan tanpa dampak menguntungkan dari sisi ekonomi mikro.
Rata – rata mobil angkutan batubara dari lokasi tambang dan angkutan batubara merupakan mobil dari luar Sumsel sehingga tidak mendatangkan keuntungan pajak daerah.
Harusnya setiap mobil batubara di kenakan pajak daerah berupa izin melintas dengan besaran minimal 25% dari pajak kendaraan.
Namun Perda untuk retribusi pajak daerah seolah terhalangi oleh kepentingan pengusaha batubara dan oknum di lingkaran pemerintah daerah.
Hampir 5000 mobil tonase berat melintas di wilayah Sumatera Selatan untuk mobilisasi dan angkutan batubara hanya untungkan pengusaha namun tidak menjadi pendapatan daerah.
Belum lagi minyak solat subsidi disedot habis oleh angkutan batubara yang berdampak pada sulitnya kendaraan angkutan umum mendapatkan solar subsidi.
Kemudian kerusakan badan jalan habiskan ratusan milyar dana APBN dan APBD per tahun guna memperlancar angkutan batubara berdampak pada buruknya infrastruktur daerah.
Larangan angkutan batubara melintas di jalan umum yang telah di Perdakan seolah hanya Al Qur’an lusuh yang di simpan dalam lemari masjid.
Namun semua masalah ini bersumber dari ketidak tegasan Pemerintah Daerah dalam mengambil kebijakan untuk kesejahteraan dan kepentingan masyarakat.
Disamping itu kuatnya mafia tambang yang melibatkan oknum APH dan oknum politikus dalam lingkar kekuasaan membelenggu kepentingan masyarakat demi pundi – pundi uang.
Kerusakan lingkungan, perubahan suhu, moralitas masyarakat, prostitusi, korupsi, HIV dan segala keburukan di alami masyarakat karena pertambangan yang tidak taat aturan.