Palembang – Perkara dugaan pemalsuan dokumen perbankan Bank Sumsel Babel yang rugikan Mulyadi Mustofa dan 27 pemegang saham belum P.21 untuk 2 (dua) tersangka menjadi pertanyaan publik lokal dan nasional.
Perkara dugaan pemalsuan dokumen RUPSLB Bank Sumsel Babel merupakan perkara besar dunia perbankan nasional yang belum pernah terjadi setelah perkara BLBI.
Perkara dugaan pemalsuan dokumen RUPSLB ini menjadi viral karena diduga kuat melibatkan mantan Gubernur Sumsel yang diduga menjadi dalang dari pemalsuan dokumen ini dengan merubah isi akta notaris.
Isi akta notaris RUPSLB Bank Sumsel Babel tahun 2020 patut diduga berbeda isinya dengan catatan, audio visual, notulen dan minuta akta sehingga merugikan pelapor Mulyadi Mustofa dan 27 pemegang saham Bank Sumsel Babel.
Audio visual RUPSLB Bank Sumsel Babel tahun 2020 di hapus oleh notaris Elma setelah di catatkan dalam akta dinyatakan Dirut Bank Sumsel Babel dalam surat kepada OJK Kanreg Sumsel.
Audio visual RUPSLB Bank Sumsel Babel diduga dihapus oleh notaris Elma agar isi akta notaris bisa dirubah yang diduga atas permintaan mantan Gubernur.
Penghapusan bukti otentik audio visual RUPSLB ini terkesan sia – sia karena ada minuta akta dari notaris Wiwik yang telah di catatkan dalam lembaran negara sebagai bukti dugaan pemalsuan dokumen.
Mantan Gubernur Sumsel secara tersirat mengakui isi akta notaris berbeda dengan kejadian sebenarnya dengan pernyataan “itu hanya mall administrasi” atau isi akta notaris RUPSLB Bank Sumsel Babel tahun 2020 bukan berdasarkan kejadian sebenarnya.
Perkara Pemalsuan dokumen perbankan ini harusnya sudah P.21 untuk 2 tersangka pembuat akta yang diduga palsu itu namun diduga ada alasan tertentu agar perkara ini SP.3 atau tidak naik sidang sehingga tidak menyeret mantan Gubernur Sumsel dalam pusaran perkara.
Unsur Perbuatan Melawan Hukum yang di kenakan kepada ke 2 tersangka adalah mencatatkan pernyataan mantan Gubernur Sumsel dalam akta notaris.
Pernyataan inilah yang menjadi pokok perkara dugaan pemalsuan dokumen sehingga dengan P.21 untuk kedua tersangka secara otomatis akan menyeret mantan Gubernur dalam perbuatan melawan hukum.
Selaku pembuat pernyataan yang diduga palsu atau rekayasa sendiri, sangat wajar mantan Gubernur Sumsel berupaya mati – matian agar tidak terkait dalam perkara ini karena ancaman hukuman minimal 9 tahun penjara.
Saat ini penyidik Bareskrim sudah mendapat surat P.19 dari jaksa peneliti Kejati Sumsel yang tidak di ketahui apa isinya, “apakah merubah pasal perdata atau mengikuti alur penyidikan penyidik Bareskrim”.
Namun pastinya bila kedua tersangka sudah dinyatakan P.21 maka mantan Gubernur Sumsel tentunya akan terseret dalam perbuatan melawan hukum selaku pemohon dan pembuat pernyataan dalam akta dengan pasal perencana perbuatan melawan hukum.