Mediatrapnews. Lubuklinggau, – Proyek Revitalisasi Taman Olahraga Silampari, yang bernilai Rp700 juta, yang dicanangkan oleh Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PERKIM) Kota Lubuklinggau jadi sorotan publik. Pasalnya, dugaan ketidakberesan dalam proses tender pengadaan mencuat, menimbulkan tanda tanya soal transparansi dan keadilan dalam pengelolaan anggaran publik.
Proses tender hanya diikuti oleh satu peserta CV. Ridho Cipta Abyakta.
Seharusnya dalam tender pengadaan yang sehat, perusahaan atau kontraktor berkompetisi untuk memastikan harga terbaik dan kualitas yang optimal. Anehnya, hanya satu perusahaan yang lolos?
Proses tender pengadaan seharusnya menciptakan kompetisi, bukan monopoli. Proyek Revitalisasi Taman Olahraga Silampari yang dirancang untuk mempercantik fasilitas umum bagi masyarakat Lubuklinggau. Dengan pagu anggaran Rp700 juta, seharusnya proyek ini menarik banyak perusahaan konstruksi untuk berkompetisi.
Dari 9 peserta yang terdaftar, hanya satu yang memenuhi syarat, ini jelas menimbulkan pertanyaan: Mengapa yang lain gagal? Apa yang membuat mereka tidak memenuhi persyaratan?
“Proses ini harusnya melibatkan banyak pihak untuk memastikan keterbukaan dan efisiensi. Tidak bisa hanya satu perusahaan yang lolos tanpa penjelasan yang jelas,” kata seorang pengamat pengadaan publik yang tidak ingin disebutkan Namanya.
Untuk proyek bernilai besar seperti ini seharusnya menghadirkan persaingan yang adil dengan harga terbaik dan pelaksanaan yang berkualitas. Dengan hanya satu peserta yang lolos, muncul dugaan adanya pengaturan tender atau bahkan penyimpangan dalam seleksi peserta. Tentu saja, ini menimbulkan kecurigaan bahwa ada hal-hal yang disembunyikan dalam proses pengadaan ini, yang bisa merugikan keuangan negara.
Apakah ini hanya kebetulan? Atau ada pihak-pihak yang dengan sengaja mengatur proses agar satu perusahaan ini menang tanpa adanya kompetisi yang nyata?
“Transparansi adalah hal utama dalam pengadaan barang dan jasa. Masyarakat berhak mengetahui alasan mengapa peserta tertentu tidak lolos, dan mengapa satu perusahaan dipilih. Jika ini dibiarkan, kita akan kembali pada praktik pengadaan yang rentan terhadap kolusi,” ungkap Hartanto, seorang aktivis antikorupsi yang mengamati perkembangan ini.
Pertanyaan besar yang harus segera dijawab oleh pihak terkait:
-Mengapa hanya satu peserta yang lolos dalam tender yang seharusnya kompetitif?
-Apa alasan dibalik kegagalan peserta lain dalam memenuhi syarat?
-Apakah ada indikasi pengaturan tender di balik layar?
Proyek Revitalisasi Taman Olahraga Silampari yang bernilai Rp700 juta berpotensi menjadi contoh pengadaan publik yang penuh dengan kejanggalan. Dari proses tender yang hanya melibatkan satu peserta, hingga keterbatasan informasi yang diberikan kepada publik, proyek ini menunjukkan tanda-tanda ketidaktransparanan dalam pengelolaan dana negara.
Masyarakat, jangan diam! Proses pengadaan publik harus diawasi dengan seksama, dan setiap ketidakberesan harus dilaporkan agar dapat ditindaklanjuti. Edisi selanjutnya, kami akan menggali lebih dalam mengenai selisih harga yang mencurigakan. Harga kontrak yang nyaris identik dengan HPS. Temukan jawabannya di edisi berikutnya.(Red)